Page 22 - KRIMINALISASI KEBIJAKAN PEJABAT PUBLIK
P. 22
TIDAK UNTUK
DI PERJUAL
BELIKAN
memiliki kewenangan di bidangnya, tidak boleh saling
mendeligitimate satu dengan lainnya. Agar tidak terjadi
kekaburan dan pertentangan kewenangan antar lembaga, atau
terjadi kriminalisasi terhadap produk-produk keputusan
lembaga publik, kriminalisasi terhadap kebijakan pejabat
publik. Fakta yang terjadi, telah begitu banyak upaya-upaya
atau tindakan yang mengkriminalisasi keputusan / kebijakan
pejabat publik, yang telah menghadirkan kekhawatiran umum
akan mandeknya, atau bahkan terhentinya kreatifitas dari agen
/ aparatur pejabat publik, yang justru kehadiran dan perannya
diharapkan memperkuat eksistensi keberadaan negara hukum
Indonesia, di sektor ekonomi, perpajakan, kerja sama
internasional, dan lain lain.
Ketika pejabat publik yang memegang kewenangan
penentuan kebijakan di bidang tugasnya, sesuai dengan
keahlian dan otoritas yang dimilikinya, ternyata kebijakan
yang diambil, dipandang sebagai sebuah kesalahan tersebut,
tidak hanya dipertanggung jawabkan secara administratif,
atau secara keperdataan, melainkan mengarah pada perbuatan
pidana, atau korupsi. Disitulah muncul proses kriminalisasi
Pejabat publik yang bekerja untuk kepentingan publik, dan
memiliki kewenangan publik yang diberikan oleh hukum dan
perundang-undangan, sebagai konsekuensi Indonesia sebagai
negara hukum. Maka, diaturlah Undang-Undang / berbagai
Undang-Undang yang memberi wewenang / mandat kepada
pejabat publik / pemerintahan, seperti kehadiran UU No.39
tahun 2008, tentang Kementrian Negara, yang menyebutkan
bahwa, sebagai Perangkat Pemerintahan Kementrian
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam
pemerintahan dibawah dan bertanggung jawab kepada
9
Presiden. Tugas-tugas dalam menyelenggarakan pemerintahan
9 Periksa pasal 1 angka (1), pasal 3, pasal 7, dan pasal 8 UU No.39
tahun 2008, tentangKementerian Negara
9