Page 26 - ANALISIS DAN INVENTARARISASI PERMASALAHAN TEKNIS HUKUM
P. 26

TIDAK UNTUK
                                                                          DIPERJUALBELIKAN

                 tusan yang akan diambil oleh instansi pemerintah.
                                                               12
                    Secara ekstensif, semua peraturan perundang­undangan yang
                 berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan bermaksud meng­
                 atur prosedur administratif dengan asumsi bahwa pembuat kepu­
                 tusan (decision­maker) adalah manusia, baik secara individual atau
                 badan kolegial yang terdiri dari sekelompok individu secara fisik.
                 Dalam khazanah hukum administrasi di tanah air, perhatian dan
                 kajian atas keputusan otomatis ini masih baru dan terbatas. Secara
                 universal maksud keputusan otomatis ini agar aparatur administrasi
                 pemerintahan bekerja lebih responsif, aktif dan amanah dalam
                 melayani setiap kebutuhan layanan publik dari warga masyarakat.
                 Dan cara untuk melakukan itu antara lain dengan memangkas
                            PUSLITBANG
                 prosedur birokrasi yang berbelit­belit.
                                                   13
                    Di atas kertas, penerapan keputusan fiktif positif dan/atau ke­
                 putusan otomatis kelihatan sangat mengakomodir kepentingan
                 pelayanan publik. Namun dalam tataran praktik, kondisi yang ada
                 sangat kompleks dan penuh paradoks. Dalam beberapa situasi, warga
                 masyarakat seolah hanya mendapat cek kosong (blank cheque) karena
                 realisasi keputusan otomatis tersebut tak jelas dan tuntas. Di sisi lain,
                 kepentingan umum (general interest) atau kepentingan pihak ketiga
                 (third party) justru terganggu dengan ditonjolkannya kepentingan
                 sepihak pemohon. Hal tersebut terjadi, karena ketiadaan keharusan
                 menyeimbangkan bobot kepentingan para pihak yang harus dilin­
                 dungi dalam logika otomatisasi keputusan administrasi. 14
                    Meskipun berbagai publikasi resmi pemerintah atau parlemen
                 Uni Eropa mengklaim keberhasilan penerapan keputusan otomatis
                 atau keputusan fiktif positif untuk memacu pertumbuhan ekonomi
                 kawasan pada negara anggota Uni Eropa (UE) namun kini semakin
                 banyak studi mutakhir yang menunjukan beragam permasalahan­


                  12  Tri Hayati, Era baru Hukum Pertambangan di Bawah Rezim Undang-Undang Nomor 4
                 Tahun 2000, Cetakan I, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), hlm. 81-82.
                  13  Markku Suksi, “Administrative due process when using automated decision-making in
                 public administration: some notes from a Finnish perspective”, Artificial Intelligence and
                 Law (2021) 29: 87–110 https://doi.org/10.1007/s10506-020-09269-x. hlm. 90-91
                  14  Enrico Simanjuntak, Rekonseptualisasi Kewenangan Pengadilan TUN Dalam Mengadili
                 Perkara Fiktif Positif, Analisis dan Refleksi atas Putusan PTUN Dalam Mengadili Perkara
                 Fiktif Positif Selama Kurun Waktu 2014-2019, (Jakarta: Rajawali Press, 2020).


                                                               BAB 1  PENDAHULUAN  •  7
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31