Page 172 - ANALISIS DAN INVENTARARISASI PERMASALAHAN TEKNIS HUKUM
P. 172

TIDAK UNTUK
                                                                          DIPERJUALBELIKAN

                    “Pengadilan perlu menegaskan di sini bahwa kaidah hukum fiktif positif
                    selain terdapat pada eks ketentuan Pasal 53 UUAP, sebagaimana telah
                    diubah oleh Pasal 175 angka (6) UU Cipta Kerja, juga masih dikandung
                    dalam ketentuan Pasal 77 ayat (6) serta Pasal 78 ayat (5) UUAP. Dalam
                    sudut pandang universal rule of law, kedua ketentuan dimaksud (Pasal
                    77 ayat (6) serta Pasal 78 ayat (5) UUAP) dikaitkan dengan ketentuan lain
                    yang mengatur upaya administratif dalam UUAP, secara rectoverso—
                    maksudnya terlepas di sana kaidahnya adalah fiktif negatif sedangkan
                    di sini adalah fiktif positif—merupakan basis hukum yang juga dianut
                    oleh negara-negara lain (terutama negara-negara di Eropa daratan)
                    yakni bahwa  administrative silence as reasons for appeal: sikap diam
                    administrasi pemerintahan merupakan  dasar mengajukan upaya
                    administratif ke atasan pejabat administrasi atau juga sebagai dasar
                    mengajukan gugatan ke pengadilan administrasi, lihat Dacian C. Dragos
                            PUSLITBANG
                    & Bogdana Neamtu (eds),  Alternative Dispute Resolution in European
                    Administrative Law, (Verlag, Berlin, Heidelberg: Springer, 2014) atau
                    Dacian C. Dragos, Polonca Kovać & Hanna D. Tolsma (eds), The Sound
                    of Silence in European Administrative Law, (Cham: Palgrave Macmillan,
                    2020). Sampai saat ini, kedua ketentuan tersebut (Pasal 77 ayat [6] serta
                    Pasal 78 ayat [5] UUAP) adalah aturan hukum yang masih memiliki
                    validitas (validity) dan keberlakuan (fixity), namun dikaitkan dengan
                    telah berlakunya Pasal 175 angka 6 UU Cipta Kerja, haruslah dimaknai
                    ulang bahwa apabila terdapat warga masyarakat yang merasa dirugikan
                    dengan isu hukum fiktif positif—terlepas dari absennya sampai sekarang
                    peraturan  pelaksana  ketentuan  Pasal  53 UUAP  yang baru  vide Pasal
                    175 angka 6—maka pihak yang merasa dirugikan pertama-tama harus
                    menempuh upaya penyelesaian administratif terlebih dahulu kepada
                    pihak administrasi pemerintahan itu sendiri, mengingat karakteristik
                    fiktif positif yang sekarang bersifat  self-regulating,  self-implementing
                    dan/atau  self-executing  sebagaimana  sebelumnya  telah  dijelaskan  di
                    atas.  Dengan  kata  lain,  terlepas  dari  perbedaan  karakteristik  awal
                    dari eks Pasal 53 UUAP (dalam konteks permohonan keputusan baru/
                    pelaksanaan tindakan tertentu) dan Pasal 77 ayat (6) serta Pasal 78
                    ayat (5) UUAP (dalam konteks upaya administratif) namun haruslah
                    dimaknai kini bahwa terhadap sikap diam pemerintahan (administrative
                    silence) sarana perlindungan hukum—sebelum  menempuh upaya
                    litigasi di peradilan—adalah melalui upaya administratif terlebih
                    dahulu. Prioritas penyelesaian permasalahan isu hukum fiktif positif
                    oleh administrasi pemerintahan, bukan oleh badan Peradilan, selain
                    akan selaras dengan kaidah compétence suit le fond du droit: kompetensi
                    itu mengikuti dasar (hukum), juga akan konsisten dengan ketentuan
                    Pasal 76 ayat (3) UUAP yang menentukan bahwa Pengadilan berwenang


                                                   BAB 4  GAGASAN IUS CONSTITUENDUM  •  153
   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177