Page 170 - ANALISIS DAN INVENTARARISASI PERMASALAHAN TEKNIS HUKUM
P. 170
TIDAK UNTUK
DIPERJUALBELIKAN
fiktif positif sebelum berlakunya UU Cipta Kerja—maupun dalam
ketentuan pelaksana UU Cipta Kerja sendiri seperti dalam PP. No.
21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 240
D. IUS CONSTITUENDUM LITIGASI PERKARA FIKTIF
POSITIF
Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Susi Dwi Harijanto, bahwa
ketidaksinkronan norma UU Ciptaker akan menyulitkan hakim da
lam melakukan penafsiran sistematis ketika terjadi sengketa hu
kum. Sehingga terlepas dari problematik hukum menyangkut
241
ke tidak jelasan interelasi norma Pasal 175 angka 7 ayat (3), (4), dan
PUSLITBANG
(5) serta kontradiksinya dengan Pasal 175 angka 4 UU Ciptaker dan
terlepas pula dari hasil akhir putusan MK nanti dalam pengujian UU
Ciptaker yang diajukan sejumlah pihak.
Kendati Ditjenbadilmiltun telah mengeluarkan kebijakan teknis
dalam rangka merespons kehadiran UU Ciptaker antara lain dengan
ditetapkannya Surat Edaran No. 2/2021, namun dalam mengisi
kerangka hukum acara dan dalam rangka menyesuaikan perubahan
konsep fiktif positif pasca UU Ciptaker, MA diharapkan menggunakan
kewenangan atribusinya untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah
Agung dalam rangka mengatasi implikasi perubahan norma fiktif
positif dalam UU Ciptaker.
242
240 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaran Penataaan Ruang, PP No. 21
Tahun 2021 (LNRI Tahun 2021 No. 31, TLNRI No. 6633)
241 Diskusi Publik “Efek Samping Metode Omnibus Law Dalam UU No. 1 Tahun 2020 Ten-
tang Cipta Kerja: Simplifikasi atau Hyper Regulasi?”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
& Indonesian Center for Legislative Drafting, Sabtu 27 Maret 2021.
242 Henry Pandapotan Panggabean menguraikan fungsi pengaturan MA (relegande fun-
ctie, rulemaking power). Berdasarkan ketentuan Pasal 79 UUMA, menurut Panggabean,
MA berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan dan
kekosongan hukum, sehingga MA berwenang menentukan pengaturan tentang cara pe-
nyelesaian suatu soal yang belum atau tidak diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini
peraturan yang dikeluarkan MA dibedakan dengan peraturan yang disusun oleh pemben-
tuk undang-undang. Penyelenggaraan peradilan yang dimaksudkan UUMA hanya merupa-
kan bagian dari hukum acara secara keseluruhan. Ketentuan Pasal 79 UUMA itu, menurut
Panggabean, memberi sekelumit kekuasaan legislatif kepada MA khusus untuk membuat
peraturan (rule making power) terbatas bersifat pelengkap menyangkut cara penyelesai-
an suatu soal yang belum diatur dalam hukum acara demi kelancaran peradilan. Bentuk
pengaturan ini dikenal dalam 2 (dua) bentuk produk yakni: (a) SEMA yaitu bentuk edaran
BAB 4 GAGASAN IUS CONSTITUENDUM • 151