Page 168 - ANALISIS DAN INVENTARARISASI PERMASALAHAN TEKNIS HUKUM
P. 168

TIDAK UNTUK
                                                                          DIPERJUALBELIKAN

                 waktu (unpredictable time).  Sementara itu kegagalan bertindak
                                          237
                 sebagaimana seharusnya atau tindakan omisi dari pemerintah ada­
                 lah menyangkut spektrum permasalahan yang lebih luas dan kom­
                 pleks, kendati dalam beberapa hal akan sulit dibedakan dengan
                 persoalan  sikap  diam  pemerintahan.  Mungkin  dalam  beberapa
                 situasi kedua terminologi ini bisa saling mencakup, serupa tapi
                 tak sama, sehingga esensinya tetap harus dibedakan sebagaimana
                 halnya jalur perlindungan hukumnya (redress) pun harus dibedakan
                 satu sama lain. 238
                    Terakhir, pendapat ketiga yang menyatakan bahwa  ius con­
                 sti tuendum penanganan perkara fiktif positif di Peradilan TUN
                 ber gantung kepada Perpres sebagaimana diamanatkan Pasal 175
                            PUSLITBANG
                 angka 6 ayat (5) UU Cipta Kerja. Pendapat ini merupakan bentuk
                 mis interpretation bahkan overinterpretation atas pembacaan keten­
                 tuan Pasal 175 angka 6 UU Ciptaker. Sebagaimana telah dijelaskan
                 sebelumnya bahwa kesalahan penafsiran itu sendiri sulit dihindari
                 mengingat ambiguitas ketentuan Pasal 175 angka 6 ayat (5) dikaitkan
                 dengan ayat­ayat sebelumnya. Sebagaimana disampaikan oleh
                 Sonny Maulana Sikumbang, Ahli Ilmu Perundang­Undangan FHUI,
                 bahwa ketentuan pada ayat (5) dalam Pasal 53 UUAP sebagaimana
                 telah diubah dengan Pasal 175 angka 6 UU Ciptaker harus dipahami
                 sebagai pelimpahan kewenangan pengaturan lebih lanjut mengenai



                  237  Kriteria keputusan fiktif positif menurut Dacian C. Dragos dkk adalah sebagai berikut:
                 “Most laws make reference to: (i) deadlines to issue an administrative decision, (ii) its legal
                 effects, and (iii) legal remedies if the time limit is exceeded. In order to establish any legal
                 consequences, especially a legal fiction (praesumptio iuris et de iure), certain conditions need
                 to be fulfilled. These are at least the following: the case must concern a specific administrative
                 matter, i.e., single-case administrative decision-making, the prescribed time limit for decisi-
                 on must be set specifically, and explicit legal protection is defined in case of administrative
                 silence by a statutory law. If these and similar prerequisites are not met, there is no silence
                 and consequentially legal effects do not occur”. Dacian C. Dragos, Polonca Kovać & Hanna D.
                 Tolsma (eds), Op. cit., hlm. 11.
                  238  Dalam konteks hukum di Jerman, B. ENGEWALD, menyatakan harus dibedakan antara
                 sarana  hukum  bagi  sikap  diam  administrasi  dan  sarana  hukum  bagi  tindakan  fiktif  ad-
                 ministrasi: “When looking at legal remedies, one must differentiate between legal remedies
                 against the silence itself and legal remedies against the fictitious administrative act”., hlm.
                 87. Dalam pemeriksaan tindakan fiktif positif tersebut, peradilan administrasi dapat melihat
                 apakah alasan sikap diam tersebut beralasan karena misalnya otoritas administrasi masih
                 membutuhkan tambahan waktu untuk memproses permohonan pemohon.


                                                   BAB 4  GAGASAN IUS CONSTITUENDUM  •  149
   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173