Page 61 - KRIMINALISASI KEBIJAKAN PEJABAT PUBLIK
P. 61
TIDAK UNTUK
DI PERJUAL
BELIKAN
Apabila dalam penyelidikan itu ditemukan penggunaan
sarana-sarana lain (sarana non penal) yang lebih efektif dan lebih
bermanfaat untuk menanggulangi kejahatan, maka janganlah
menggunakan hukum pidana. Dalam praktek perundang-undangan,
upaya untuk mengandalkan penyelidikan tersebut bukan hanya tidak
dilakukan, tapi juga tidak terpikirkan penggunaan asas subsidiaritas.
Dalam praktek perundang-undangan ternyata tidak berjalan seperti
yang diharapkan. Hukum pidana bukanlah sebagai Ultimum remidium,
melainkan sebagai Primum remidium. Penentuan pidana telah
menimbulkan beban terlalu berat dan sangat berlebihan terhadap
justitiable dan lembaga-lembaga hukum pidana. Demikian pula
dengan asas kesamaan, yang seharusnya mepunyai kedudukan
penting, dimana kesamaan adalah kesederhanaan dan kejelasan,
dimana kesederhanaan dan kejelasan itu akan menimbulkan /
menghadirkan ketertiban, yang menurut Lacretille, asas (pidana)
kesamaan tidak hanya suatu dorongan bagi hukum pidana yang
bersifat adil, tetapi juga hukum pipdana yang tepat.
Pengabaian terhadap ketiga asas proses pemidanaan ini, atau
asas kriminalisasi, telah menghadirkan pemidanaan / kriminalisasi
secara berlebihan (over criminalisation) dalam wujud konkritnya.
Terjadi pidana yang dipaksakan, pidana yang dicari-cari; sengaja
mencari kesalahan pejabat-pejabat (publik) untuk dijadikan target
sebagai tersangka; serta berbagai macam dan jenis perilaku penegak
hukum yang negatif dalam penentuan proses pidana; kriminalisasi
pada akhirnya bermakna negatif. Mengacu pada berbagai inisiatif
pembuatan undang-undang setelah era reformasi, dengan semangat
anti korupsi yang tinggi; telah melahirkan produk legislasi yang
mencerminkan pengabaian terhadap asas-asas dan kriteria
kriminalisasi, sebagai bagian dari doktrin pemidanaan yang universal.
Penegak hukum terjebak pada mekanisme hukum undang-undang,
beserta kriteria hukuman yang ditentukan pembentuk undang-undang,
dengan alasan, begitulah hukum positif kita telah mengatur. Padahal,
betapapun hukum positif, atau undang-undang, menurut akal sehat
manusia “is merely declaratin”, atau sebagai mana dikatakan oleh
Rudolf Stammler, “All positive law, he says; is an attempt at just
48