Page 128 - ANALISIS DAN INVENTARARISASI PERMASALAHAN TEKNIS HUKUM
P. 128
TIDAK UNTUK
DIPERJUALBELIKAN
forensik), atau dalam rangka memberikan solusi yang “benar” atas
suatu quaestio juris yang abstrak (interpretasi yuristik).
201
Proses penafsiran ini adalah suatu aktivitas pengambilan ke pu
tusan yang diarahkan pada tujuan tertentu: ia memutuskan mak
na yang “benar” (correct) dari suatu klausa hukum, namun pa da
saat yang sama secara diamdiam atau secara tegas sekaligus me
nge sam pingkan kemungkinan arti alternatif sebagai “tidak be nar”
(uncorrect). Sebaliknya, setiap kali, misalnya, seorang hakim meng
identifikasi norma yang tersirat (implicit norm) dalam memu tus kan
suatu sengketa, secara definisi kegiatan seperti itu bukan lah ter ma
suk dalam kegiatan interpretasi (praktis) namun lebih merupakan
langkah mengintegrasikan (norma) hukum; dalam menentukan
PUSLITBANG
norma implisit yang “benar” (correct) (“patut” [proper], “sahih” [true],
“tepat” [right]) pada suatu kasus konkret maka diandaikan nor ma
yang eksplisit telah habis. 202 Dari uraian pendapat Pierluigi Chias
so ni tersebut di atas, penafsiran hukum ditujukan atas norma yang
sifatnya eksplisit (explicit norm) sedangkan integrasi dilakukan bagi
suatu norma yang bersifat implisit (implicit norm). 203
Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Susi Dwi Harijanto, keti
daksinkronan norma UU Ciptaker akan menyulitkan hakim dalam
melakukan penafsiran sistematis ketika terjadi sengketa hukum. 204
Dalam konteks ini, kegiatan penafsiran atau integrasi (konstruksi)
hukum atas Pasal 175 meninggalkan lubang kosong yang menga nga.
Perubahan secara parsial Pasal 53 UUAP dalam Pasal 175 UU Cip
taker mengesampingkan interelasi (salingketerjalinan) antar nor
ma Pasal 53 dengan norma lain dalam UUAP. Seandainya perubah
an Pasal 53 UUAP tersebut diikuti dengan perubahan pasal lain yang
terkait dengannya maka perubahan Pasal 53 UUAP tersebut tam pak
201 Pierluigi Chiassoni, “Frames of Interpretations and the Container-Retrieval View: Re-
flections on a Theoretical Contest” dalam Thomas Bustamante & Christian Dahlman, Ar-
gument Types and Fallacies in Legal Argumentation, (Springer International Publishing
Swit zerland, 2015), hlm. 113.
202 Ibid., hlm. 113-114.
203 Istilah “integrasi” norma ini pararel dengan istilah lain seperti “konstruksi” hukum.
204 Diskusi Publik “Efek Samping Metode Omnibus Law dalam UU No. 1 Tahun 2020 Ten-
tang Cipta Kerja: Simplifikasi atau Hyper Regulasi?”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
& Indonesian Center for Legislative Drafting, Sabtu 27 Maret 2021.
BAB 3 PERUBAHAN KARAKTER FIKTIF POSITIF DALAM UU CIPTAKER • 109