Page 26 - PENERAPAN ASAS KELANGSUNGAN USAHA DALAM PENYELESAIAN PERKARA KEPAILITAN
P. 26

TIDAK UNTUK
   DI PERJUAL
    BELIKAN




                                                                   15
                  hutangnya  (insolvensi).  Menurut  Munir  Fuadi   insolvensi
                  merupakan sebuah tahapan yang sangat penting, karena pada tahapan
                  tersebut  nasib  debitor  akan  ditentukan,  apakah  harta  debitor  akan
                  habis dibagi untuk menutupi utangnya atau akan timbul harapan baru
                  ketika diterima suatu rencana perdamaian atau  restrukturisasi utang.
                  Apabila  debitor  telah  dinyatakan  insolvensi,  maka  debitor  sudah
                  benar-benar  pailit  dan  hartanya  segera  di  bagi  secara  paripasu
                          16
                  pronata.
                         Peryataan  pailit  dengan  hanya  mendasarkan  pada  ketentuan
                  Pasal  2  ayat  (1)  secara  tidak  langsung  akan  mengganggu  proses
                  kelangsungan  usaha,  padahal  asas  kelangsungan  usaha  menjadi jiwa
                  dari  UU  No.  37  tahun  2004  tentang  Kepailitan  dan  PKPU,  dimana
                  debitor  yang  masih  prospektif  dimungkinkan  untuk  tetap
                  melangsungkan  usahanya.  Untuk  dapat  melihat  apakah  perusahaan
                  debitor  masih  prospektif  atau  tidak  salah  satunya  dengan  mengukur
                  kondisi  keuangan  debitor.  Tidak  adanya  metode  insolvensi  test  juga
                  menjadi kelemahan dalam UU Kepailitan dan PKPU padahal dengan
                  menerapkan  metode  insovensi  test  sebelum  permohonan  pailit
                  diperiksa  oleh  Hakim  akan  melindungi  kepentingan  debitor  yang
                  masih  dalam  kondisi  solven  dan  tidak  ada  masalah  dengan  kondisi
                  keuangannya  agar  tidak  dinyatakan  pailit  hanya  dengan  dua  syarat
                  sederhana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan
                  dan PKPU.
                         UU  Kepailitan  dan  PKPU  tidak  membedakan  antara  “tidak
                  mampu membayar” (insolven) dengan “tidak mau membayar.” Dalam
                  hukum kepailitan yang berlaku di negara lain, pernyataan pailit itu di
                  dasarkan  pada  keadaan  dimana  debitor  berada  dalam  kondisi  tidak
                  mampu  membayar  utangnya  (insolvensi)  yang  didahului  dengan
                  proses insolvensi test untuk  menentukan apakah perusahaan tersebut

                        15  Munir Fuadi, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktik, Citra Aditya
                  Bakti, Bandung, 1999, hlm. 135.
                        16   Catur  Iriantoro,  Op.cit,  hlm.  3  ket:  istilah  paripasu  pronata
                  diartikan sebagai pembagian hasil penjualan atas harta milik debitur secara
                  berimbang  oleh  para  kreditor  konkuren  secara  ponds-ponds  menurut
                  prosentase tagihannya.
                                                                               9
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31