Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI Menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Naskah Akademik “Usulan Pembentukan Peraturan Pelaksanaan Tentang Pengenaan Uang Paksa Kepada Pejabat Pemerintah Sebagai Penguatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan Peratun” di Makassar

Makassar –bldk.mahkamahagung.go.id- Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Naskah Akademik “Usulan Pembentukan Peraturan Pelaksanaan Tentang Pengenaan Uang Paksa Kepada Pejabat Pemerintah Sebagai Penguatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan Peratun” yang bertempat di Hotel Novotel Makassar (Senin/28/03/2022).

FGD Penyusunan Naskah Akademik ini menghadirkan para pakar dari praktisi hukum dan akademisi sebagai narasumber, yaitu Bonnyarti Kala Lande, S.H., M.H. (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar), Prof. Dr. H.A Muin Fahmal, S.H., M.H. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia), Muhammad Wliyadin, S.H., M.H. (Kementerian KUMHAM), dan Prof. Dr. Achmad Ruslan , S.H., M.H. (Guru Besar Universitas Hasanudin). Adapun peserta yang diundang dalam kegiatan ini berasal dari Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, Kemenkumham Makassar, Universitas Hassanudin Makassar, Universitas Muslim Indonesia, dan PERADI Makassar.

 

Kepala Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Dr. H. Andi Akram, S.H., M.H. dalam sambutan pembukaannya menyampaikan bahwa tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Administrasi Negara adalah sebagai suatu sarana perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah agar dalam menjalankan tugas dan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan selaras dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Seperti diketahui, secara konsepsional Peradilan Tata Usaha Negara memiliki peran penting untuk mengontrol jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara lainnya (pemerintahan dalam artian luas) yang lebih efektif dan efisien apabila dibandingkan dengan lembaga-lembaga kontrol lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, Peradilan Tata Usaha Negara berfungsi menegakan prinsip negara hukum yang berlandaskan nilai Pancasila dan mempertahankan hukum administrasi dalam arti material yang mempunyai fungsi korektif, perbaikan, dan disipliner untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governace), mencegah praktik pemerintahan yang korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga mampu menciptakan birokrasi yang transparan, efisien dan efektif. “Oleh karena itu, dari adanya forum diskusi penyusunan naskah akademik ini sangat penting dilakukan oleh Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI untuk merumuskan pengaturan lebih lanjut mengenai pengenaan uang paksa kepada pejabat pemerintahan yang tidak mau melaksanakan putusan di Peradilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap. Diharapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ini dapat mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan Pengenaan Uang Paksa Kepada Pejabat Pemerintahan Sebagai Penguatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan Peratun”, tambahnya.

Kegiatan penyusunan naskah akademik ini di koordinatori oleh M. Ikbar Andi Endang, S.H., M.H. (Hakim Yustisial Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI), dan di bantu oleh Nurrahman Aji Utomo, S.H., M.H. (Peneliti Muda Badan Riset dan Inovasi Nasional), Agus Suntoro, S.H., M.H. (Peneliti Muda Badan Riset dan Inovasi Nasional), Dr. Umar Dani, S.H.,M.H. (Hakim PTUN Serang), A. Tirta Irawan, S.H., M.H. (Hakim Yustisial Kepaniteraan Mahkamah Agung RI), dan Muhamad Zaky Albana, S.Sos. (Peneliti Muda Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI). Rangkaian kegiatan Selanjutnya adalah permintaan data dan wawancara dan juga Focus Group Discussion (FGD) di wilayah hukum Jogyakarta. Penelitian ini dijadwalkan selesai di bulan Agustus 2022 dan hasil naskah akademik ini diharapkan dapat menjadi bahan usulan pembentukan peraturan pelaksanaan dari Pasal 116 Ayat (7) UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.