DINAMIKA HUKUM KEWARISAN ISLAM TERKAIT PEMBAGIAN HARTA WARISAN BAGI AHLI WARIS BEDA AGAMA

Tahun penelitian : 2016

 

Baca buku selengkapnya

Deskripsi

Latar Belakang

Agama Hindu-Budha telah lebih lama ada sebelum masuknya agama Islam di Nusantara, dan memberikan ajaran tentang norma dan susila. Ajaran tersebut telah mapan dan diterima masyarakat penganutnya. Sistem norma dan susila agama Hindu-Budha yang telah mapan itu, kemudian, bersinggungan dengan norma-norma Islam. Kebersinggungan tersebut telah mempengaruhi dan bahkan mengubah sebagian sistem norma dan susila yang ada di kedua agama tersebut. Perubahan itu tentu saja tidak sepihak atau bersifat searah, tetapi perubahan itu terjadi pada kedua belah pihak. Hal demikian terjadi karena sistem nilai Islam telah membuka dirinya terhadap kemungkinan masuknya tradisi-tradisi lokal yang telah mengakar di masyarakat sesuai dengan batasan-batasan yang telah ditentukan dalam Islam. Sebaliknya, tradisi-tradisi lokal yang telah mengakar di masyarakat dapat menerima nilai nilai Islam. Sikap terbuka dalam Islam itu disebabkan oleh universalitas dan keabadian ajaran-ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Batasan pokok prinsip keterbukaan tersebut adalah selama tidak ada indikasi yang menunjukkan sebaliknya. Meskipun demikian, harus pula diakui bahwa perjalanan sejarah menunjukkan adanya bagian tertentu dalam ajaran Islam yang memunculkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Bagian-bagian tersebut, di antaranya, adalah bagian yang menyangkut hukum publik, yaitu hukum yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, seperti bidang kewarisan. Pada sisi lain, Islam menuntut ajaran-ajarannya dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat, dapat segera terwujud. Bahkan, agama ini mengharuskan pengikutnya melaksanakan segala ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya, seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an Surat al-Ma’idah ayat 44-45-47, dan 48 :

” Barangsiapa menghukumi suatu perkara tidak berdasarkan hukum Allah, maka mereka tergolong orang kafir (44) “… Barangsiapa menghukumi suatu perkara tidak berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka tergolong orang dhalim (45) “… Barangsiapa menghukumi suatu perkara tidak berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka tergolong orang fasiq (47) … “putuskanlah perkara mereka berdasarkan apa yang Allah turunkan dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang datng kepadamu … (48) ”

Namun, dalam praktik di masyarakat, seperti halnya tercermin dalam yurisprudensi-yurisprudensi baik yang bersifat formal seperti yurisprudensi Mahkamah Agung maupun non formal seperti fatwa Majelis Ulama Indonesia dan pembagian kewarisan di masyarakat, ketentuan-ketentuan yang ada tersebut kadang- kadang tidak dapat dijalankan secara sempurna. Dengan demikian, penerapan hukum bidang kewarisan Islam di Indonesia, sebagaimana tercermin dalam fikih-fikih mazhab ternyata mengalami berbagai hambatan dan benturan, sebagaimana dikemukakan oleh Hazairin. Menurut Hazairin, sistem hukum kewarisan Islam harus beradaptasi dalam konteks lingkungan Indonesia karena struktur dan sistem kemasyarakatan di Indonesia berbeda dengan latar sosial masyarakat Arab, tempat hukum kewarisan Islam diterapkan. Menurutnya, sistem keluarga atau kekerabatan dalam kewarisan Islam bersifat patriarkat, sedangkan sistem kekerabatan di Indonesia bersifat bilateral. Secara umum, terdapat tiga sistem kekeluargaan atau kekerabatan yang ada di Indonesia, yaitu:

(1) kebapakan (patrilineal atau patriarchaat atau vaderrechtelijk),

(2) keibuan (matrilineal atau matriarchaat ataumoderrech-telijk ), dan

(3) kebapak-ibuan (parental atau ouderrechtelijk).

Informasi Tambahan

book-author

Bismo Anggoro, Dr. H. M. Sutomo, S.H. M.H., Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum., Tri Mulyani, A.Md., Zulfia Hanum Alfi Syahr, S.Pd., M.M.

format

E-book Digital