RUMUSAN AKAD-AKAD SYARIAH PADA PERBANKAN SYARIAH IMPLEMENTASI DAN AKIBAT HUKUMNYA

Tahun penelitian : 2014

 

Baca buku selengkapnya

Deskripsi

Latar Belakang Masalah

Keberadaan perbankan syari’ah di Indonesia merupakan perwujudan dari keinginan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan jasa perbankan yang memenuhi prinsip syari’ah. Pada Undang-Undang Perbankan yang lama, yaitu Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan tidak dimungkinkan untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah karena tidak ada pengaturannya. Keberadaan bank syari’ah secara formal dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) walaupun istilah yang dipakai adalah bank yang berdasarkan pada prinsip bagi hasil, yaitu dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 Mei 1992. Namun, sebelum pendirian Bank Muamalat Indonesia, sebenarnya bank syari’ah pertama kali yang memperoleh izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991, serta BPRS Amanah Rabanish pada tanggal 24 Oktober 1991 yang ketiganya beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, belum ada ketentuan yang lebih rinci mengenai bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Keberadaan bank syari’ah baru mendapat pengakuan yang tegas serta memberi peluang yang lebih besar bagi perkembangannya dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182), khususnya Pasal 6 huruf M bahwa bank umum atau bank perkreditan syari’ah dapat beroperasi menggunakan prinsip syari’ah atau bank umum konvensional dapat juga menjalankan kegiatan syari’ah disamping kegiatan konvensional.

Sistem ini disebut dengan dual banking system, maksud dari Dual Banking System adalah terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan syari’ah) secara berdampingan yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan Syari’ah) bahwa bank umum konvensional yang juga melakukan kegiatan syari’ah disebut dengan Unit Usaha Syari’ah (UUS) dan bank syari’ah berfungsi juga sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk pembiayaan.

Informasi Tambahan

book-author

Dr. Andi Akram, SH. MH.

format

E-book Digital