Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI Menyelenggarakan Diseminasi Restorative Justice di Merauke
Dalam rangka menyempurnakan kajian dan draft dari Peraturan Mahkamah Agung terkait dengan Restorasi Justice, maka Pusat Penelitian dan pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI (Puslitbang Kumdil MA RI) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Musamus (Unmus) Menyelenggarakan Diseminasi “Quo Vadis : Restorative Justice Dalam Pembaruan Hukum dan Peradilan Di Indonesia” pada tanggal 5 Oktober 2023 di Swiss-belhotel Merauke, Papua Selatan.
Acara ini diikuti kurang lebih 100 orang peserta dari wilayah Hukum Merauke meliputi Hakim, Jaksa, Polisi, Akademisi, Advokat dan Mahasiswa serta menghadirkan 4 (empat) orang Narasumber pada kegiatan Diseminasi ini yaitu Ketua Pengad ilan Tinggi Kalimantan Utara (Bapak Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H.), Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura (Bapak Amin Sutikno, S.H., M.H.), Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (Bapak Dr. Budi Suhariyanto, S.H., M.H.) dan Dosen FH Universitas Musamus (Ibu Dr. Erni Dwita Silambi S.H., M.H).
Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Bambang H. Mulyono, S.H, M.H. dalam penyampaian pidato pembukaannya mengungkapkan bahwa Restorative Justice ini merupakan salah satu produk hukum dari Mahkamah Agung RI yang telah terpublikasikan dalam bentuk buku hasil penelitian dan hasil dari penelitian ini perlu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan juga untuk menjadi bahan kajian sebelum nantinya ada Peraturan Mahkamah Agung khusus mengenai Restorasi Justice benar-benar diterbitkan. “(Acara) Ini merupakan bentuk pertangungjawaban dari riset dan kita perlu pemikiran-pemikiran dari masyarakat yang dapat menyempurnakan prosedural yang sudah di konsep dalam bentuk Perma (Peraturan Mahkamah Agung)” ujar beliau.
Restorative Justice ini sebenarnya sudah ada di masyarakat Indonesia dan sampai saat ini telah diterapkan seperti konsep-konsep penyelesaian secara damai, secara adat dan para pembentuk negara ini menginginkan adanya musyawarah mufakat seperti yang tertuang dalam Sila ke-4 Pancasila. Secara umum, lanjut dia, masyarakat Indonesia menerima Restorative Justice ini. “Karena yang akan kita keluarkan dalam bentuk regulasi itu merupakan keinginan dari masyarakat, ” jelasnya.