KEWENANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA DI LUAR DAKWAAAN JAKSA PENUNTUT UMUM

Tahun penelitian : 2014
Baca buku selengkapnya

Deskripsi

Latar Belakang

Negara Indonesia telah mendasarkan dirinya sebagai Negara hukum, sebagaimana termaktub dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian hukum adalah panglima dalam setiap lini kebijakan Negara dalam mengatur dan mengelola kepentingan warga negaranya. Melalui hukum, warga negara dapat memperjuangkan kepentingannya jika dirugikan baik oleh Pemerintah maupun warga negara yang lain. Oleh karena itu dalam negara hukum, setiap warga negara mempunyai hak hukum yang sama untuk mengajukan gugatan atau menuntut penyelesaian konflik kepentingannya kepada pengadilan. Sebagai representasi dari pelaksana kekuasaan kehakiman, pengadilan
diberikan mandat oleh Undang-Undang untuk menyelesaikan segala permasalahan hukum yang dihadapkan kepadanya. Dalam melaksanakan fungsi kekuasaan kehakimannya, lembaga peradilan dituntut untuk independen baik secara institusional maupun secara personal (Hakim) terbebas dari segala intervens  hingga dapat memutus perkara hukum yang dihadapkan kepadanya dengan adil dan tidak berpihak (imparsial). Kebebasan Hakim dalam memutus perkara ini merupakan salah satu unsur utama dari suatu Negara hukum, dapat dikatakan bahwa bilamana kebebasan Hakim atau independensi kekuasaan kehakiman tidak dapat diwujudkan maka sangat mustahil Negara hukum dapat berdiri dengan tegak dan sempurna. Dengan demikian independensi kekuasaan kehakiman adalah sebuah keniscayaan bagi berdirinya Negara hukum Indonesia. Kebebasan hakim atau independensi kekuasaan kehakiman secara tegas mempunyai payung hukum yang kuat baik dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan. Secara fungsional,  kebebasan yang dimiliki oleh Hakim juga meliputi  kebebasan substantif dalam menginterpretasikan dan menerapkan hukum secara adil. Oleh karenanya Hakim tidak hanya dituntut untuk menegakkan  hukum semata namun juga harus menegakkan keadilan. Dengan kata lain dapat diistilahkan bahwa Hakim bukanlah corong dari Undang- undang. Sebagaimana layaknya suatu Undang-Undang yang keberadaannya merupakan moment opname sehingga terkadang kalah dengan laju perkembangan masyarakat. Dengan eksistensi Undang- undang yang demikian maka sangat nyata bahwa pada saat
diimplementasikan oleh penegak hukum dirasakan pengaturannya kurang jelas atau kurang lengkap atau bahkan tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada sehingga dibutuhkan inovasi interpretasi dari penegak hukum khususnya Hakim.

Informasi Tambahan

book-author

RUDI SUPARMONO, SH., MH.

format

E-book Digital