Deskripsi
Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDN RI Tahun 1945) pasca-amandemen mengatur secara tegas pengujian peraturan perundang-undangan. Pengaturan secara tegas itu antara lain meliputi wewenang dan delegasi pengaturan hukum acara dalam suatu undang-undang (UU). Pengujian peraturan perundang-undangan dimaksud adalah pengujian UU terhadap UUD oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan pengujian peraturan perundang- undangan di bawah UU oleh Mahkamah Agung (MA).
Pengujian UU terhadap UUD diatur dalam UU MK. Amanat Pasal 24C ayat (6) UUDN RI Tahun 1945 dijabarkan dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. Dalam UU tersebut inheren mengatur hukum acaranya. Untuk melengkapi norma-norma hukum acara yang telah dituangkan dalam UU, diterbitkan Peraturan MK yang mengatur pedoman beracara agar dapat memenuhi kebutuhan dalam praktik.
Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU diatur dalam UU MA. Amanat Pasal 24A ayat (5) UUDN RI Tahun 1945 dijabarkan dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2009. Khusus mengenai pengujian peraturan perundang-undangan diatur dalam dua pasal yaitu Pasal 31 dan Pasal 31A. Kedua pasal memuat secara singkat kewenangan, legal standing, formal dan materi permohonan, diktum putusan, dan publikasi putusan dalam Berita Negara/Berita Daerah. Selanjutnya untuk meninjak-lanjuti ketentuan pasal tersebut dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Hak Uji Materiil (HUM) yang memuat tata cara pengajuan permohonan, pemeriksaan dalam persidangan, putusan, pemberitahuan isi putusan, dan pelaksanaan putusan. Mencermati pasal-pasal dalam UU maupun dalam Perma, Penulis berpendapat bahwa hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU memang sangat sederhana dan sumir.