Deskripsi
PENGANTAR
Sejak awal terbentuknya peradaban, manusia sudah berinteraksi dengan norma dan peraturan sebagai sebuah kebutuhan dalam mencapai harmonisasi kehidupan. Peraturan diperlukan untuk memberi batasan perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan, sekaligu menjadi petunjuk bagaimana seseorang harus bertingkah laku dan bertindak di dalam suatu komunitas masyarakat. Sadar atau tidak, manusia dipengaruhi oleh peraturan-peraturan tersebut. Sebagai upaya menjaga keberlangsungan suatu peraturan agar tetap dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan tersebut harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat itu sendiri. Upaya-upaya pembangunan tatanan peraturan dan hukum haruslah dilakukan secara terus-menerus agar dapat memainkan fungsinya sebagai pedoman bertingkah laku yang imperaktif dan efektif dan menjadi penjamin keadilan di dalam masyarakat.
Perkembangan kehidupan masyarakat dunia saat ini khususnya Indonesia tidak dapat lepas dari perkembangan hukum yang ada. Kehidupan masyarakat terus berkembang secara dinamis beriringan dengan munculnya ragam tuntutan untuk melakukan berbagai perbaikan dan perubahan ke arah pencapaian tujuan nasional. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang plural, hukum akan selalu hidup dan berkembang dalam masyarakat, baik dari aspek sosial kultural maupun politik. Eksistensi hukum selalu lahir sebagai rule of the game yang akan mencegah atau menghalangi penguasa dan manusia dari berbuat sewenang-wenang. Hukum merupakan batas-batas kebebasan individu dan penguasa dalam setiap interaksi kemasyarakatan, sehingga hukum akan merupakan perlindungan atas ketenteraman umum dan keadilan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat manusia. Demikian pula arah pembangunan hukum yang sejatinya harus memperhatikan kemajemukan masyarakat tanpa adanya pembatasan terhadap hak-hak tiap warga negara untuk menjalankan hukum yang hidup tanpa mengesampingkan kepentingan hukum lainnya.
Di Provinsi Aceh, realisasi cita-cita masyarakat untuk penegakan syariah Islam tercapai dengan memanfaatkan momentum otonomi daerah dan status keistimewaannya serta dorongan sosial politik dan aspirasi masyarakat yang sangat kuat. Ada tiga dasar hukum Aceh sehingga dapat lebih progresif dalam upaya membumikan syariat, yaitu (1) UU Nomor 24 tahun 1956 tentang Pembentukan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, (2) UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, serta (3) UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Beberapa pasal menunjukkan adanya jalan bagi penerapan syariat Islam, seperti dalam Pasal 1 butir 7 UU Nomor 18 Tahun 2001 yang menyebutkan bahwa “Mahkamah syar’iyah Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga peradilan yang independen dalam wilayah Nanggroe Aceh.