Deskripsi
LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya, pedoman pemidanaan atau masalah pemberian pidana (straftoemeting) adalah masalah yang tidak banyak disinggung dalam pelajaran hukum pidana, dan dapat diibaratkan sebagai “anak tiri dari hukum pidana”. Padahal pemberian pidana itu bukanlah masalah yang mudah sepert perkiraan orang. Perkiraan ini dapat dimengerti, karena hakim mempunyai kebebasan untuk menetapkan jenis pidana, cara pelaksanaan pidana dan tinggi rendahnya pidana. Mengenai yang terakhir ini hakim dapat bergerak antara minimum pidana yang umum yang berlaku untuk semua delik dan maksimum pidana yang khusus untuk tiap-tiap delik. Namun kebebasan ini tidak berarti bahwa hakim boleh menjatuhkan pidana “menurut seleranya sendiri” tanpa ukuran tertentu. Artinya, konteks ini menegaskan bahwa aspek menetapkan jenis perumusan sanksi pidana (strafsoort) jenis perumusan lamanya sanksi pidana (straafmaat) dan jenis pelaksanaan pidana (strafmodus) merupakan “wilayah” dan “yurisdiksi” yang bersinggungan dengan independensi hakim dalam hal memutus perkara.
prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, yaitu dengan adanya sistem “pemisahan kekuasaan dan check and balances” sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya. Secara konstitusional, wewenang Mahkamah Konstitusi ditentukan dalam Pasal 24 C Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.