Deskripsi
Latar Belakang
Dalam menetapkan putusan, masing-masing hakim di Indonesia memiliki kebebasan yang cukup untuk memutus perkara dengan dasar Undang-Undang yang ada. Tidak jarang hakim juga harus menyelaraskan ketentuan hukum dalam Undang-Undang dengan kenyataan karena ketentuan hukum dalam Undang-Undang tersebut terkadang tidak lagi memadai atau tertinggal di belakang fakta hukum yang ada. Yurisprudensi berasal dari bahasa Latin “iuris prudential” yang berarti ilmu hukum. Sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah “jurisprudentie” yang berarti hukum peradilan atau peradilan tetap. Istilah ini banyak digunakan pada negara-negara common law yang menganut mazhab freie rechtsbewegung dimana Hakim adalah pencipta dan bukan hanya sekedar corong Undang-Undang. Pada negara-negara common law, yurisprudensi adalah ilmu pengetahuan hukum positif dan hubungan-hubungannya dengan hukum lain. Namun, tidak demikian dengan negara-negara statute law / civil law yang banyak menganut mazhab legisme yang tidak mengakui hukum diluar Undang-Undang. Yurisprudensi diartikan sebagai berupa putusan-putusan hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan diikuti oleh para hakim atau badan peradilan lain dalam memutus perkara atau kasus yang sama.
Sedangkan di Indonesia, meski mendapatkan pengaruh hukum kolonial Belanda, dianut mazhab rectsvinding dimana hakim tetap harus berpegang pada Undang-Undang namun diberi ruang gerak untuk menyelaraskan Undang-Undang yang ada dengan tuntutan zaman, sehingga yuriprudensi masuk sebagai salah satu sumber hukum formal. Tata urutan sumber hukum formal di Indonesia sebagai berikut:
1. Undang-Undang;
2. Adat Kebiasaan;
3. Yurisprudensi;
4. Traktat;
5. Doktrin ahli hukum.
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia berdasarkan Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Hakim di Indonesia, sebagaimana telah disebut, menganut aliran rechtsvinding dimana hakim diberikan keleluasaan, berdasarkan Undang-Undang, untuk menyelaraskan hukum yang ada dalam Undang-Undang. Hal ini untuk mencegah hukum tertinggal dari fenomena kemajuan zaman dimana delik atau peristiwa hukum yang terjadi mungkin belum diatur dalam Undang-Undang.