MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS ATAUKAH JUDEX FACTIE PENGKAJIAN ASAS, TEORI, NORMA DAN PRAKTIK

Tahun penelitian : 2011

Baca buku selengkapnya

Deskripsi

Latar Belakang Penelitian

Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945 merupakan konstitusi yang memberikan mandat yang sah (legal mandatory) agar kekuasaan kehakiman bertindak independent and impartial tribunal. Kekuasaan kehakiman yang bebas (independent judiciary principle) merupakan prinsip yang bersifat umum / global sebagai konsekuensi dari konsep negara hukum (rechtstaat atau the rule of law) yang menganut ajaran trias politika. Menurut Robert N. Corly O. Lee Reed Negara hukum merupakan Negara dan masyarakatnya diatur dan diperintah oleh hukum bukan manusia (a government of laws and not the men). Pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam Negara hukum merupakan topik perbincangan yang berkelanjutan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan. Seiring dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas kesadaran hukum masyarakat selalu diikuti atau dibarengi dengan meningkatnya tuntutan penegakan hukum dan keadilan. Meskipun antara norma hukum dan keadilan adalah berbeda, namun keduanya harus disinergikan atau dipadukan, sehingga setiap aturan hukum harus mengandung prinsip keadilan, demikian pula setiap upaya memperoleh keadilan harus diatur dalam hukum. Secara konseptual perlu diketahui dan disadari bahwa prinsip hukum adalah kesamaan , sedangkan prinsip keadilan adalah ketidaksamaan .

Lembaga Yudikatif sebagai pelaku Kekuasaan kehakiman (rechterlijke macht atau rechterlijke autoriteit) atau judicial power merupakan kekuasaan Negara yang kedudukannya setara dengan kekuasaan Negara yang lain. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia diberi kewenangan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam menyelenggarakan peradilan, kekuasaan kehakiman diberikan kekuasaan yang merdeka, yaitu suatu kekuasaan yang bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan lain ekstra judikatif kecuali secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pejabat pelaksana atau pelaku kekuasaan kehakiman (hakim) diberikan otoritas dan kebebasan dalam mengadili perkara, namun kebebasan tersebut bukan suatu kebebasan yang absolut, melainkan kebebasan relatif. Hakim dalam mengadili perkara tidak membutuhkan akses dari siapapun, tidak memerlukan negosiasi dari pihak manapun serta tidak ada kompromi dengan pihak yang berperkara. Meskipun demikian hakim dalam mengadili perkara tidak boleh keluar dari ranah hukum / peraturan perundang-undangan yang berlaku baik materiil dan formil serta konsep keadilan.

Informasi Tambahan

book-author

Dr. Abdullah, SH. MS.

format

E-book Digital