INTERPRETASI TENTANG MAKNA DAN KEDUDUKAN "OPEN BARE ORDE" TERKAIT DENGAN PERMOHONAN PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING DI INDONESIA

Tahun penelitian : 2013

 

Baca buku selengkapnya

Deskripsi

Latar Belakang

Dalam praktik adanya perbedaan interpretasi tentang makna dan kedudukan Open Bare Orde terkait dengan permohonan pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing mengecewakan, dan mendapat kritikan dari dunia Internasional, misalnya pengertian ketertiban umum, dan melanggar kesusilaan sering mempunyai pandangan yang berbeda dan bersifat subyektif. Hal ini menyebabkan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia tidak dapat dilaksanakan. Asas Ketertiban Umum menjadi fundamental terkait pengakuan dan pelaksanaan eksekusi Putusan Arbitrase Asing. Asas ini diatur dalam Pasal 3 PERMA No. 01 Tahun 1990 menegaskan bahwa Putusan Arbitrase Asing yang diakui serta dapat dieksekusi di Indonesia hanya terbatas pada putusan-putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, juga disebut dalam convensi New York 1958, ditegaskan dalam Pasal V ayat (2) huruf b yang berbunyi, “the recognition or enforcement of the award would be contrary of the public policy of that country”. Oleh karena ketertiban umum dipandang sebagai salah-satu asas dalam konvensi, memberi kewenangan bagi negara yang diminta eksekusi, untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan apabila putusan bertentangan dengan kepentingan umum negara yang bersangkutan.

Pengertian kepentingan umum (open bare orde) juga tercantum dalam penjelasan pasal 49 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No. 9 tahun 2004 sud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan / atau kepentingan masyarakat bersama dan/atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Permasalahan dalam penerapan asas ketertiban umum ialah mengenai makna dan jangkauannya. Kesulitan penerapan itu oleh karena PERMA sendiri tidak memberi batasan dan rincian yang positif tentang makna dan jangkauan ketertiban umum. Begitu juga Pasal V ayat (2) huruf a konvensi New York 1958 tidak memberi makna dan batasan positif tentang hal itu. Dengan demikian, para teoritisi dan praktisi bisa mengajukan pertanyaan, apa yang dimaksud dan dianggap dengan ketertiban umum ? hal apa saja yang dianggap dan diklasifikasi bertentangan dengan ketertiban umum ? (contrary to the public policy).
3

Informasi Tambahan

book-author

H. ZAINUDDIN

format

E-book Digital