KOMPILASI DAN RE-PUBLIKASI PUTUSAN-PUTUSAN PERKARA PIDANA PENISTA AGAMA

Tahun Penelitian : 2017

 

Baca buku selengkapnya

Deskripsi

Indonesia adalah negara plural yang terdiri dari beragam suku, agama dan ras yang berbeda-beda, dimana adanya perbedaan-perbedaan ersebut menimbulkan gejolak sosial yang
berbau SARA, berpotensi, misalnya terjadinya penistaan agama dari satu penganut agama terhadap agama lainnya. Hukum positif Indonesia mengatur tentang penistaan agama tersebut di dalam pasal 156 dan 156a KUHP, buku II KUHP pada Bab V. KUHP Indonesia merupakan adopsi dari KUHP Belanda (Netherland WvS) yang berlaku berdasarkan asas konkordansi, namun pasal-pasal tersebut tidak ada padanannya dalam KUHP Belanda, karena masyarakat Belanda di kala itu merupakan masyarakat yang homogen, yang tidak mengenal adanya beragam suku banga, adat istiadat, bahasa dan agama yang berbeda-beda. Oleh karenanya pasal-pasal ini merupakan ketentuan yang khas Indonesia. Pasal 156 KUHP, menentukan “barangsiapa di depan umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan satu atau beberapa golongan penduduk Indonesia, dipidana dengan pidana selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi- tingginya empat ribu lima ratus rupiah”. Yang dimaksud dengan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya ialah setiap bagian dari penduduk Indonesia yang mempunyai perbedaan dengan satu atau beberapa bagian lainnya berdasarkan suku, daerah, agama, asal-usul, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum ketatanegaraan. Unsur-unsur objektif yang harus dibuktikan dari pasal 156 tersebut adalah :

1. Di depan umum, unsur ini merupakan suatu keadaan yang membaut si pelaku menjadi dapat dipidana, artinya si pelaku hanya dapat dipidana jika perbuatan yang dilarang dalam pasal 156 tersebut dilakukan di muka umum. Pengertian “dimuka umum” tersebut tidak perlu dilakukan oleh pelaku di tempat-tempat umum, tetapi cukup jika perbuatan-perbuatan tersebut telah dilakukan oleh pelaku dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga pernyataannya itu dapat di dengar oleh publik.

2. Menyatakan atau memberikan pernyataan, menurut Dr. Van Hearingen dalam “krames Netherland woordenbook, sebagai perbuatan menunjukan perasaannya, tidak hanya dilakukan dengan mengucapkan kata-kata melainkan juga dapat dilakukan dengan tindakan.

3. Mengenai perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap satu atau beberapa golongan penduduk Indonesia. Terhadap hal ini diserahkan kepada hakim untuk memberikan penafsiran sehingga perasaan mana yang dapat dipandang sebagai perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap satu atau beberapa golongan penduduk
indonesia, dan unsur ini dirumuskan secara alternatif sehingga apabila pelaku telah memenuhi salah satu unsur dari perasaan permusuhan atau kebencian atau merendahkan, maka unsur ini telah terpenuhi.

4. Terhadap satu atau beberapa golongan penduduk Indonesia. Pernyataan dari perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan itu harus ditujukan terhadap satu atau beberapa golongan penduduk Indonesia. Penafsiran otentik terhadap kata “golongan” di dalam pasal 156 KUHP, adalah setiap bagian dari penduduk Indonesia yang mempunyai perbedaan
dengan satu atau beberapa bagian penduduk Indonesia lainnya, berdasarkan ras, penduduk, kebangsaan atau agama.

Informasi Tambahan

book-author

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MAHKAMAH AGUNG RI

format

E-book Digital